GARUT60DETIK.COM, CIBALONG – Pembangunan Pelebaran Jalan termasuk dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 123 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”).
Secara umum, pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak untuk kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam kasus pelebaran jalan bagi pembangunan jembatan baru di Blok Roke yg berada diantara batas Desa Mekarsari Dan Karyasari Kecamatan Cibalong, saat ini telah dimulai tanggal 19 Agustus 2023 sedang dan telah dilakukan tahap pengerjaan.
Akan tetepi menurut keterangan warga siang ini kepada Aliansi Masyarakat Peduli Desa Karyasari menceritakan adanya keluhan mereka yang lahannya terkena dampak akan dipakai oleh pembangunan jalan/jembatan tersebut terkait pembebasan lahan atau pembayaran pergantiaan keuangannya sama sekali belum dipenuhi dilakukan oleh pihak pemerintah/PUPR/pihak terkait terhadap warga, dan saat ini warga menuntut agar pekerjaan pembangunan jembatan tersebut dihentikan jangan dulu dikerjakan sebelum pembayaran bagi pembebasan lahan/tanah/bangunan dipenuhi.
Jelas padahal hal itu disebutkan Pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”).
Dalam menyelanggarakan kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah (“Pemda”) menjamin tersedianya pendanaan dan tanah untuk kepentingan umum.
Berarti untuk melebarkan jalan umum perlu ada pengadaan tanah yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau Pemda. Nantinya Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan pelebaran jalan tersebut dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”), Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”), atau Badan Usaha Swasta (“Swasta”).
Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh penilai tersebut menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian. Musyawarah untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian tersebut dilakukan antara Lembaga Pertanahan dengan pihak yang berhak atas ganti rugi dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan. Pelaksanaan musyawarah ini dilaksanakan dengan mengikutsertakan Instansi yang memerlukan tanah. (Dea Islami)
Tinggalkan Balasan