GARUT, garut60detik.com – Penyidik Seksi Pidsus Kejaksaan Negeri Garut pada tanggal 23 Desember 2023 telah menghentikan proses penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait anggaran kegiatan Biaya Operasional Pimpinan (BOP) dan kegiatan serap aspirasi masyarakat (Reses) Anggota DPRD Kabupaten Garut periode 2014-2019 berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: PRINT-1971/M.2.15/Fd.2/12/2023 tanggal 22 Desember 2023.
Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Halila Rama Purnama melalui Kasi Intelijen Jaya P. Sitompul, saat ditemui di ruang kerjanya menyampaikan, bahwa penghentian penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait kegiatan anggaran BOP dan Reses tersebut dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan gelar perkara dan diperoleh kesimpulan tidak diperoleh adanya minimal dua alat bukti yang cukup dan sah untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Menurut penjelasan Kasi Intelijen Kejari Garut, Penyidik Kejari Garut dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait BOP dan Reses DPRD Garut periode 2014-2019 telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan telah menyita beberapa dokumen, namun setelah dilakukan pemeriksaan ternyata masih belum diperoleh alat bukti yang cukup untuk mendukung pembuktian unsur-unsur pasal dugaan tindak pidana korupsi. Berdasarkan bukti-bukti dari hasil penyidikan.
Penyidik menemukan adanya fakta hukum bahwa terdapat beberapa anggota DPRD yang berdasarkan bukti-bukti tervalidasi secara riil memang melaksanakan kegiatan reses dengan melakukan kunjungan dan pertemuan langsung dengan konstituennya di daerah pemilihan masing-masing, namun kegiatan reses dimaksud tidak seluruhnya didukung dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ) atas pembelian makanan dan minuman dan sewa tenda/tempat pelaksanaan rapat dalam kegiatan tersebut.
Demikian pula, diperoleh fakta hukum bahwa Pimpinan DPRD Kabupaten Garut periode 2014-2019 juga telah melaksanakan kegiatan operasional yang berkaitan dengan representasi, pelayanan, dan kebutuhan lain guna melancarkan pelaksanaan tugas Pimpinan DPRD sehari-hari, namun tidak seluruhnya didukung dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ). Meskipun faktanya memang beberapa anggota DPRD telah melaksanakan kegiatan penyerapan anggaran BOP dan Reses berdasarkan bukti-bukti berupa foto dokumentasi kegiatan masing-masing anggota DPRD Kabupaten Garut.
Dalam konteks ditemukannya fakta hukum terkait ketiadaan LPJ mengenai penyerapan anggaran BOP dan Reses tersebut, selanjutnya Tim Penyidik Pidsus Kejari Garut pada awalnya berpendapat bahwa hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara berdasarkan pada tidak adanya laporan pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan BOP dan Reses.
Namun dalam perkembangan penanganan berikutnya, setelah Tim Penyidik melakukan koordinasi dengan lembaga yang berwenang melakukan penghitungan kerugian keuangan negara diperlukan alat bukti yang cukup guna membuktikan adanya kerugian keuangan negara. Namun setelah Tim Penyidik melakukan penelusuran dalam rangka mendapatkan alat bukti yang dapat digunakan untuk penghitungan kerugian keuangan negara terdapat beberapa kendala yang menyebabkan alat bukti yang diperlukan tidak dapat terpenuhi. Antara lain pihak ketiga selaku penyedia makanan dan minuman sebagian besar sudah tidak lagi pada alamat domisili dan bahkan sudah ada yang tutup dan tidak diketahui lagi keberadaannya.
Selain itu juga terdapat beberapa orang anggota DPRD yang telah meninggal dunia. Disamping itu juga diperoleh fakta hukum bahwa terdapat pengembalian kerugian negara yang disetorkan oleh 20 (dua puluh) orang anggota DPRD Garut sejumlah Rp 409.295.000,- (empat ratus sembilan juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) sesuai dengan Bukti Setoran Temuan BPK RI Tahun 2015.
Bahwa mencermati fakta-fakta hukum tersebut di atas, sehubungan dengan belum dapat diperolehnya alat bukti yang cukup berupa alat bukti saksi dari penyedia maupun alat bukti surat berupa data bukti dukung terkait kegiatan penyerapan anggaran BOP dan Reses tersebut, serta berlarutnya proses penanganan perkara yang sudah mulai ditangani Kejaksaan Negeri Garut sejak bulan Maret 2019, maka demi kepastian hukum setelah dilakukan Gelar Perkara akhirnya Tim Penyidik berkesimpulan bahwa belum diperoleh minimal dua alat bukti terkait dengan pembuktian unsur “kerugian keuangan negara” dan unsur “perbuatan memperkaya atau menguntungkan secara melawan hukum” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 jo. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasi Intelijen Kejari Garut menegaskan, bahwa penghentian penyidikan dugaan perkara tipikor terkait BOP dan Reses DPRD Garut periode 2014-2019 tersebut telah memenuhi syarat-syarat objektifitas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 109 ayat (2) jo. Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015. “Keputusan Kejaksaan Negeri Garut dalam penanganan perkara ini dimaksudkan untuk memenuhi asas kepastian hukum dan keadilan hukum baik bagi masyarakat pencari keadilan maupun bagi pihak-pihak terkait yang selama ini telah diperiksa dalam perkara ini,” ujar Jaya P. Sitompul.
Namun demikian Kasi Intelijen menambahkan, bahwa tidak tertutup kemungkinan terhadap dugaan tindak pidana korupsi terkait BOP dan Reses DPRD Kabupaten Garut periode 2014-2019 tersebut dapat dilakukan penyidikan kembali sepanjang dikemudian hari ditemukan adanya alat bukti baru. Pungkasnya.
Tinggalkan Balasan