GARUT60DETIK.COM, TAROGONG KIDUL – Ketua PARMUSI Garut sangat heran dengan Bupati Garut yang ngotot  membangun rumah sakit paru di cagar budaya Pemakaman timanganten yang dikenal di masyarakat astana kalong, seyogyanya bupati memberi contoh yang baik dan bijak, masa iya membangun pembangunan pisik dengan menghancurkan pembangunan non pisik yaitu budaya dan peradaban masa lalu, saya aneh, memangnya tidak ada lagi tanah selain tanah yang sudah jelas-jelas tanah pemakaman umum dan cagar buda karena termasuk ada situs bersejarah yaitu berupa artefak masa lalu.

Ketika tadi saya mendampingi ketua Badan Wakaf Jawa Barat Prof. Dr. KH. Sukriadi Sambas, M.Si. dibpenfopo saya sebagai anggota BWI Kab. Garut, bupati keukeuh akan melanjutkan pembangunan rumah sakit paru tersebu, dengan alasan pemda punya sertifikat kepemilikan lahan.

Sangat naif bagi seorang bupati berbicara kebenaran hanya bermodalkan secarik kertas sertifikat kepemilikan lahan, tanpa memperhatikan nilai2 budaya, peradaban masa lalu, bahkan tidak menghormati kepemilikan lahan tempo dulu sebelum republik ini berdiri yaitu tahun 1365 masehi. Sebab dengan adanya makam tersebut tersmasuk situsnya itu pertanda bahwa di masa lalu lahan tersebut sudah ada yang menguasai/memiliki.

Bupati Rudy Gunawan tadi dipendopo malah mengatakan akan menguji artepak/situs batu tersebut kepurbakalaannya, walau tertulis 1.365 M mungkun saja batu tersebut di fahat tahun itu atau mungkin saja tahun2 kesini setelah merdeka, tapi bahwa batu itu sebagai pertanda bahwa tahun 1.365 ada makam  itu wujud menghargai peradaban masa lalu, tidak ada maksud politis atau ekonomis, lain lagi kalau artefak itu di buat tahun 2016 yang sudah mewacanakan rumah sakit jiwa, baru kalau itu harus di curigai ada mungkin misi politik penjegalan pembangunan atau ada misi pragmatisme ekonomi.

Secara historis adalah kepemilikan pemda Garut terhadap tanah tersebut dari carik desa. Karena berubah dari desa menjadi kelurahan, maka carik itulah berubah menjadi milik kelurahan, semua tahu carik desa yang jumlahnya mencapai 28.000 meter atau 2,8 hektar adalah carik pemakaman umum yang di dalamnya ada situs bersejarah, bukan carik umum misalkan berupa sebidang tanah profuktif melainkan carik desa berupa pemakaman umum.

Hal ini di benarkan oleh mantan perangkat desa sukagalih bahwa ketika pembangunan mesjid agung Tarogong kidul bahwa disana terdapat 3 makam yang dipindahkan, artinya area tersebut yang 2,8 ha jelas2 tempat makam umum nyambung sampai ke prmakaman umum tenjolaya.

Ketika kami cek lapangan beberapa puluh makam sudah rada dengan tansh di buldozer oleh pekerja proyek tanpa ada upacara pemindahan scara hukum islam. Ini biadab ini, ini pelanggaran HAM jika ini ketahuan temen temen komnasHAM bisa panjang ini urusan.

Oleh sebab itu mengingat BWI Jabar karena mendapatkan perintah dari Kemenag pusat untuk cek lokasi, dan akan melakukan proses mekanisme wakaf sesuai dengan UU wakaf, maka usul kami pembangunan rumah sakut tersebu di pending atau pindah lokasi, sebab jika hasilpengkajian BWI Jabar tanah tersebut memenuhi unsur tanah wakaf maka, terancam pidana baik lembaga maupun oerorangan yang melakukan alih fungsi, menjual atau merubah harta wakaf. Sebab berdasarkan data2 empiris dilapangan berdasarkan artefak dan silsilah itu tanah sangat dinungkinkan itu masuk kategori tanah

wakaf, kalaupun tidak ada bukti fisik secara administratif akta wakafnya tapi dengan artefak2 yang ada bisa menguatkan bahwa tanah tersebu tanah wakaf, sebab berbicara administradi pertanahan tahun 1365 masehi jangankan administrasi perwakafan, negara juga belum ada, penjajah belanda pun belum masuk, garut madih bersatu dengan bandung yaitu kerajaan timbanganten.

Jadi berbicara astana kalong atau pemakaman timbanganten jagan mengunakan logika dan referensi sertifikat kepemilikan lahan, itu sangat naif, malu kita memperlihatkan bahwa kita tidak tahu purwadaksi, jgn ukur kepemilikan zaman dulu ada sertifikat seperti sekarang, tapi artefak itu menandakan kepemilikan yang sesungguhnya.

>